Kamis, 30 Agustus 2007

MENATO DI DARMSTADT

Oleh Irmanto

Frankfurt, 29/6/2006 - “Wah selama Piala Dunia ini penghasilan saya menurun, mereka membatalkan perjanjian untuk ditato,” kata Christianto Hendro, ahli tato di Darmstadt – sekitar 50 menit naik kereta bawah tanah dari Frankfurt – Kamis.

Konsumen, menurut satu-satunya orang Indonesia yang buka studio tato di kota kecil itu, lebih memilih menonton pertandingan Piala Dunia ketimbang memenuhi perjanjian untuk ditato.

Pria kelahiran Cologne 1964 – ayahnya (RP Hendro) waktu itu menjadi koresponden ANTARA untuk Jerman -- memahami keputusan konsumennya itu. “Saya maklum, karena Piala Dunia hanya ada empat tahun sekali,” ucap pria yang mengaku masa sekolahnya dihabiskan di Jakarta itu.

Waktu yang diperlukan untuk menato minimal empat jam untuk tato ukuran sedang (15 X 5 cm), sementara studio tatonya buka mulai pukul 13.00 hingga 20.00. Di lain pihak pertandingan pertama Piala Dunia dimulai pukul 15.00 untuk penyisihan grup dan pukul 17.00 untuk pertandingan 16 besar.

Untuk tato besar bisa lebih dari empat jam, bahkan pengerjaannya bisa tiga tahap,
tergantung seberapa besar dan seberapa rinci motifnya .

“Pengerjaannya bisa tiga tahap. Tahap pertama enam jam, kemudian dilanjutkan dua pekan kemudian, dan setelah itu diteruskan dua pekan kemudian,” kata lulusan jurusan Administrasi Niaga Universitas Atmajaya Jakarta tahun 1989 itu.

Motif yang diminta konsumen antara lain motif orientalis, motif polinesia, tribal, dan kontemporer. Motif orientaslis umumnya berasal dari Cina dan Jepang. Motif polinesia, misalnya, berasal dari motif Kalimantan (Indonesia ), dan motif tribal seperti motif dari Selandia Baru dan Maori.

“Sedang motif kontemporer adalah motif yang selalu berubah-ubah tergantung kecenderungan, tergantung orang lagi senang pada motif apa. Bisa jadi pada satu waktu tertentu orang senang motif tribal,” kata pria yang menikah dengan wanita Jerman pada 1995 itu.

Dari mana belajar menato, ayah satu putri itu mengatakan berawal dari waktu berumur 12 tahun. Pada waktu itu dia iseng-iseng menato tangannya. Kemudian pada waktu SMA, dia mulai menato tangan dan tubuh teman-temannya.

“Dan waktu kuliah dulu, saya sudah mulai dibayar kalau menato,” kata pria yang mengaku otodidak dalam soal menato.

Ketika hengkang ke Darmstadt tahun 1995, di rumah ia menerima order menato. Ia menato di ruang tamu atau di dapur. Hasil tatoannya menjadi pembicaraan di kota kecil itu, banyak orang yang datang kepadanya minta ditato.

Pada 1997 dia diajak oleh dua ahli tato di kota berpenduduk 140.000 itu untuk bergabung dengan mereka membuka studito. “Kami satu studio, tapi penghasilan masing-masing. Kalau saya dapat order, uangnya untuk saya. Tiap bulan kami patungan bayar uang sewa ruangan. Studio kami berukuran 70 meter persegi,” katanya.

Sejak enam tahun lalu dia buka studio tato sendiri. Pada mulanya studio tatonya terletak di tengah kota.

“Tapi akhirnya saya pindah ke sini, agak ke pinggir kota. Di sini saya lebih tenang. Kalau di tengah kota saya terganggu oleh lalu lintas kendaraan dan orang-orang yang lalu lalang di depan studio,” katanya yang mengaku pernah mendapatkan penghargaan sebagai penato berkualitas tingkat Eropa..

Terletak di jalan Grafenhauserstrasse, studio berukuran 110 meter persegi itu tiap hari didatangi satu hingga tiga konsumen, yang umumnya sudah membuat janji lebih dari satu bulan sebelumnya.

“Tapi selama Piala Dunia ini, saya kehilangan konsumen. Satu hari satu orang saja sudah bagus,” katanya, yang menyebutkan sewa ruangan untuk studio tato itu 900 euro per bulan.

Tarif menato tergantung pada besarnya motif gambar atau tulisan yang akan ditato. Untuik ukuran sedang dengan motif yang tidak rumit, ia mengenakan tarif 300 euro.

“Kalau ukurannya besar dengan motif sangat rinci dan penuh warna bisa mencapai 4.000 euro. Tapi pesanan seperti itu tidak sering,” katanya dan manambahkan bahwa pengerjaannya bisa mencapai tiga tahap, yang setiap tahapan memerlukan waktu enam hingga delapan jam.

Konsumennya mulai dari remaja berusia di atas 18 tahun hingga kaum eksekutif muda. “Tapi kebanyakan yang datang ke saya para musisi, terutama penyanyi dan musisi rock,” katanya. Musisi rock itu tidak hanya mereka yang tinggal di Jerman, tapi ada pula dari luar Jerman seperti Amerika Serikat yang kebetualan sedang pentas di negara yang kini menyelenggarakan Piala Dunia itu.

Ketika ditanya apakah akan terus di Jerman dengan studio tato “Gordon Blue”-nya, pria yang juga taekwondoin itu mengatakan dia tidak akan terus bercokol di negara Eropa itu.

“Satu saat saya akan pulang ke Jakarta dan membuka studio tato di sana. Tapi kapan waktunya, saya belum bisa memastikan,” katanya dan menambahkan bahwa anak muda Jerman kini lagi “doyan” ditato, termasuk olahragawannya. ***

Tidak ada komentar: