Kamis, 30 Agustus 2007

KONIGSTEIN "KOTA BRAZIL" DI JERMAN




Oleh Irmanto

Frankfurt, 9/6/2006 – Suasana Jerman hampir tidak terasa ketika memasuki kota Konigstein, yang berjarak waktu tempuh berkendaraan sekitar 30 menit dari pusat kota Frankfurt.
Deretan umbul-umbul bertuliskan “Konigstein Sauda Brazil (Konigstein Selamat Datang Brazil) terpancang di sepanjang tepi jalan memasuki kota tersebut.

Hampir semua rumah , pertokoan dan perkantoran di kota itu dihiasi bendera Brazil. Bahkan setiap toko menjual dan menampilkan cindera mata berbau Brazil, mulai dari topi, baju kaos, selendang, bendera hingga bola. Begitu pula dengan kafe dan restoran. Mereka menjual makanan dan minuman khas negeri Samba itu.

Anak-anak hingga orang dewasa yang berlalu lalang di kota yang banyak dihiasi bangunan tua itu mengenakan atribut Brazil. Untuk lebih meyakinkan bahwa mereka yang datang ke sana benar-benar merasakan suasana Brazil, di sebuah lapangan seluas lapangan basket didirikan panggung kecil, yang dikelilingi oleh kafe-kafe tenda yang menjual minuman dan makanan.

Para pelayan di kafe itu adalah gadis-gadis cantik dan seksi dan jejaka asli Brazil yang datang khusus dari negara di benua Amerika itu.
“Hampir setiap malam diselenggarakan pesta Samba di sini. Siapa saja boleh ke mari untuk menyanyi dan menari Samba,” kata Ana Paula Malut D Guimraes, voluntir yang datang khusus dari Sao Paolo.

Suasana Brazil itu memang sengaja dibuat karena tim nasional Brazil menginap di kota itu, tepatnya di hotel Kempinski. Tim juara dunia lima kali itu menjadi salah satu tim favorit menjuarai Piala Dunia 2006 yang digelar 9 Juni hingga 9 Juli.

Diperlukan pendekatan khusus dan biaya besar untuk bisa menarik tim yang ditaburi pemain mahal itu menginap di kawasan tersebut. Maklumlah hamper semua kota di Jerman berebut agar kotanya menjadi tempat menginap Ronaldinho dan kawan-kawan.

Setiap hari sejak tim Brazil menginap di kawasan itu pada awal Juni, banyak masyarakat dari luar kota Konigstein berdatangan ke kota asri tersebut. Mereka ingin melihat pemain pujaan mereka.

Ronaldinho, Ronaldo, dan Kaka menjadi incaran penggemar bola, yang selama ini hanya bisa mereka saksikan di layar televiisi dan koran dan majalah.
Keinginan untuk melihat pemain pujaan mereka memang tidak gampang, karena pemain Brazil dijaga sangat ketat. Bahkan wartawan pun tidak bisa mendekati mereka.

“Wartawan memang tidak bisa mendekati pemain Brazil. Mereka tidak ingin diganggu, mereka sengaja diisolasi, ” kata Flavio de Queiros Amancio, voluntir yang bertugas di pusat informasi Brazil di Konigstein.

Kendati tidak bisa melihat dan mengajak bicara pemain Brazil itu, warga kota Konigstein dan mreka yang datang dari luar kota tersebut tampak tidak kecewa. Mereka mau berlam-lama duduk-duduk di kafe atau restoran yang dirancang bearoma Brazil.

“Kendati tidak bisa melihat langsung para pemain pujaan mereka, ya paling tidak mereka merasakan suasana Brazil di sini,” kata pemuda yang langsung datang dari Sao Paolo itu khusus untuk menjadi voluntir yang ditugaskan oleh kamar dagang dan industri Brazil..

Selain tempat menginap tim dan ofisial Brazil, Konigstein juga menjadi tempat menginap para pendukung Brazil. “Ya tentu saja mereka yang menginap itu orang-orang kaya Brazil,” kata Ana Paula Malut D Guimraes (21), mahasiswa Sao Paolo, yang bertugas sebagai voluntir di pusat informasi Brazil, yang sengaja diadakan untuk menyambut dan selama Piala Dunia 2006 berlangsung.

Kota berpenduduk sekitar 18.000 orang itu terkenal sebagai kota peristirahatan dan rekrreasi, tempat hiking yang dipenuhi dengan rute sepeda. Kota ini beriklim sejuk rendah polusi dengan landscape bercirikan Arkadian.

“Hanya orang kaya yang bisa tinggal di sini. Kota ini merupakan kawasan mahal. Harga tanah di sini tinggi sekali,” kata konsuler Indonesia di Konsulat Jenderal RI di Frankfurt, Isman Pasha, tanpa merinci berapa harga tanah dan rumah di kawasan tersebut.

Kota ini, seperti juga jaman dahulu, hanya ditempati keluarga kaya. Mereka yang beduit itu senang tinggal di kota yang hanya memiliki delapan sekolah, manajemen dan infrastruktur lalu lintas dan transportasi yang bagus, serta sedikit area industri.

Di kota ini banyak bangunan tua. Misalnya di jalan Hauptstrase 21. Di jalan ini terdapat sanatorium dan gedung tua. Pada tahun 1860 keluarga Borgnis, banker asal Frankfurt, memiliki vila bergaya Swiss. Pada 1927 vila itu dijadikan sebagai sanatorium. Kini bangunan vila itu dijadikan restoran dan kantor pemerintahan.

Hotel Kempinski tempat tim nasional Brazil menginap itu berada di kompleks bangunan tua tempat peristirahatan, yang didirikan keluarga kerajaan Wilhelm II pada tahun 1909. Setelah Perang Dunia I, gedung itu dijadikan barak untuk tentara Perancis. Dari 1960 hingga 1964 dibangun klinik sanatorium milik negara. Hotel Kempinski yang mwah itu sendiri dibuka pada tahun 1999.

Selain banyak vila, di kota ini terdapat benteng Falkenstein. Benteng itu terletak di atas bukit Grober Feldberg. Benteng ini merupakan salah satu objek wisata. Untuk bisa memasuki benteng yang setiap hari dibuka untuk umum hingga pukul 19.00 itu pengunjung dikenakan tarif masuk sebesar lima euro. Dari atas benteng yang dibangun abad ke-12 itu orang bisa melihat keseluruhan kota Konigstein yang asri dan tenang.

Keasrian dan ketenangan itu lah yang dicari tim Brazil agar mereka selalu tampil segar dan sehat. “Kesegaran para pemain memang sangat diutamakan di tim Brazil,” kata
Flavio, yang dia yakin bahwa tim negeri Samba itu mampu merebut gelar juara dunia untuk keenam kali. ***

Tidak ada komentar: