Selasa, 01 April 2008

BERJENJANG NAIK BERTANGGA TURUN DI EIFFEL

Oleh Irmanto

Masih pagi ketika kaki menginjak kawasan Menara Eiffel. Ini lah ikon kota Paris yang terkenal di seantero dunia itu. La Tour Eiffel, kata orang Perancis, kini sudah di depan mata.

Ada adagium yang menyatakan: Belum ke Prancis jika belum melihat Paris, belum ke Paris kalau belum mengunjungi menara setinggi 312,27 meter itu.

Untuk mencapai puncak menara rancangan Gustave Eiffel, sekaligus pemimpin proyek pembangaunan menara, itu tersedia lift. Sayangnya, untuk naik lift itu harus antre.

Pagi itu antrean wisatawan sudah mengular di pelataran menara yang bersebelahan dengan Sungai Seine tersebut. Barangkali perlu sampai siang, atau mungkin sore, untuk sampai pada giliran.

Jalan yang paling ringkas, ya naik tangga. Jumlah anak tangganya 1.665. Lumayan buat olahraga!

Menaiki anak tangga menara, tidak usah takut tangga atau menara itu bakal ambruk. Bahan menara terdiri atas besi baja dikaitkan dalam bentuk persilangan dari 18.038 potongan baja yang diperkuat dengan 2.500.000 paku. Kerangka baja ini tahan angin. Walaupun bahannya dari besi, berat menara hanya 7.300 ton.
Naik anak tangga cukup menyenangkan. Setiap perpindahan jenjang terdapat semacam “pameran” foto dan cerita tentang pembangunan menara yang diresmikan pada 31 Maret 1889 itu.

Semakin banyak anak tangga ditapaki kian mudah memandang keindahan Paris, kota yang tak pernah lelah mencipta dan mengkonstruksi ulang model busana.
Kalau lupa bawa minuman atau makanan, anda tidak perlu khawatir. Karena di lantai dua menara itu tersedia semacam kafe. Harganya? Yang pasti lebih mahal ketimbang anda beli di bawah.

Di lantai dua ini pula dijual cendera mata Mulai dari gantungan kunci, T-shirt, jam tangan, pulpen, piring pajangan hingga miniatur Menara Eiffel.

Rabu, 16 Januari 2008

ABAD MENDATANG DI GINZA



Oleh Irmanto

Matahari baru saja tenggelam saat kaki memasuki kawasan elit Ginza, Tokyo.
Malam ini sangat menyejukkan, setelah seharian terpanggang terik surya musim panas 2007.

Ini lah kawasan yang begitu sangat terkenal di dunia. Di sini lah mode pakaian kelas atas diperagakan dan dijual. Tas dan sepatu berkualitas tinggi baik untuk pria maupun wanita pun ditawarkan. Jangan coba-coba bertanya berapa harganya, kalau kartu kredit anda bukan jenis gold atau platinum.

Department store, butik terkenal, resto dan coffee house yang chic memewahkan kawasan yang mulai terkenal sebagai pusat perbelanjaan sejak 1872 itu.

Berada di jantung kota Tokyo ini kita merasakan denyut peradaban modern terus bergerak kencang, meninggalkan jejak sejarah yang hanya sesekali dikenang.

Kita seakan telah berada di ruang waktu abad mendatang. Abad yang menjanjikan tidak ada kemiskinan. Yang ada hanya kemewahan.

Abad yang menjanjikan tidak ada kesulitan. Yang ada hanya kemudahan. Abad yang tidak mengenal kata murah. Yang ada hanya terminologi mahal.

Abad yang tidak tercium bau apek. Yang ada hanya wewangian yang menebar ke setiap sudut ruang.

Abad yang tidak memberikan tempat bagi wanita-wanita lusuh. Yang ada hanya wanita berkulit mulus dengan busana mode terbaru hasil rancangan designer terkemuka. Wanita beraroma parfum yang menggerakkan roda-roda kehidupan.

Senin, 14 Januari 2008

SIANG DI HARAJUKU




Oleh Irmanto


Matahari menyegat di ubun-ubun pada siang musim panas 2007. Ribuan orang bersigegas, eh ada juga kok yang berjalan santai, meramaikan Omotesando. Beberapa kereta dorong berisi bayi sesekali terlihat melintas di jalan panjang terkenal di Harujuku ini.


Kawasan yang terkenal dengan “kegilaan gaya fashion” ini merupakan salah satu daerah yang tidak boleh dilewatkan saat mengunjungi Tokyo. Daerah ini terletak di antara Shibuya dan Shinjuku


Di sepanjang jalan kita bisa melihat kelompok-kelompok anak muda dalam dandanan “aneh” menurut ukuran orang normal. Ada yang bergaya gotik, punk, hip-hop, bikers, dan gaya lainnya yang mungkin sulit untuk didefinisikan namanya.


Jika ingin ke Harajuku, kita bisa naik kereta menuju Stasiun Harajuku. Setelah keluar dari stasiun, maka akan berhadapan dengan Takeshita Dori. Takeshita Dori adalah nama jalan di Harajuku yang panjangnya 400 meter.


Di jalan ini berseliweran anak muda dengan busananya yang fashionable. Di sini dijual jenis busana gothic lolita, visual kei, rockabilly, hip-hop, dan punk.


Jika ingin melihat budaya anak muda di Harajuku, maka sempatkan diri datang saat akhir pekan khususnya hari Minggu. Di jembatan penyebrangan rel kereta dari Stasiun Harajuku ke Yoyogi Park penuh dengan anak muda yang berkostum sangat unik, seru, aneh dan menarik. Di sana juga banyak wisatawan dari luar negeri.


Ops, hampir lupa. JIka ingin beli oleh-oleh, pergi saja ke Oriental Bazar. Ini adalah salah satu toko souvenir terbesar di Tokyo, sangat populer di antara turis manca negara yang doyan berburu cendera mata Jepang. Di sini dijual antara lain kimono, kaos, barang pecah belah, lampu, boneka, dompet, kipas, furniture dan samurai. Tempat ini terdiri atas empat lantai. Buka dari jam 10 sampai jam 19.00 dan tutup hari kamis.


Di Harajuku, sulit sekali, mungkin tidak ada, terlihat gadis-gadis Jepang yang lugu, seperti di film Oshin. Mereka berpakaian minim -- bahkan sangat minim – dengan rambut pirang, merah, biru, ungu, bahkan hijau.


Saking terkenal dan menariknya kawasan ini, tidak heran kalau Gwen Stefani memasukkan lagu Harajuku Girls dalam album solo pertamanya, Love, Angel, Music, Baby.

Rabu, 09 Januari 2008

TOKUSHIMA DALAM KERANJANG BOLA BASKET






Oleh Irmanto

Tokushima, 1/8/2007 - Tidak tampak spanduk atau baliho Kejuaraan Asia Bola Basket nomor putra di jalan-jalan di kota Tokushima, Jepang, tuan rumah penyelenggara event bergengsi dua tahunan itu.



Dari bandara Tokushima hingga ke jantung kota, suasana kota berpenduduk sekitar 260.000 jiwa itu tidak mencerminkan bahwa 16 tim nasional dari 16 negara di benua Asia tengah berlaga memperebutkan tiket ke Olimpiade Beijing 2008.


Di tempat-tempat umum seperti bandara, stasiun kereta, dan stasiun bus, bahkan di depan hotel resmi event itu pun tidak dipasang spanduk turnamen bola basket yang berlangusng hingga 5 Agustus itu.


Suasana ada pesta bola basket tingkat Asia baru agak terasa saat akan memasuki hall bola basket Asty Tokushima dan Tokushima Municipal Gymnasium – venue tempat pertandingan turnamen tersebut. Puluhan spanduk bertuliskan huruf kanji dan latin “FIBA Asia Championship 2007” tampak berkibar di depan halaman gedung olahraga itu.


Hall bola basket Asty Tokushima yang berkapasitas 3.000 tempat duduk itu, hanya terisi paling banyak sekitar 500 penonton pembeli tiket masuk, itu pun hari Sabtu dan Minggu. Kecuali saat tim nasional Jepang akan bertanding.


Tiga jam menjelang tim Jepang bertanding, penonton sudah mulai berdatangan. Pertandingan tim nasional Indonesia melawan Qatar mendapatkan “berkah” penonton, karena pertandingan tersebut berlangsung tiga jam menjelang tim nasional Matahari Terbit itu berlaga melawan Lebanon.


Pada saat tim dari bunga sakura itu berlaga, hampir seluruh tempat duduk terisi penuh. “Itu juga karena karena panitia menjadwalkan pertandingan tim Jepang selepas jam kerja,” kata Hideka Tohara, ofisial media center kejuaraan tersebut.


Berdasarkan jadwal yang disusun panitia kejuaraan itu, tim nasional Jepang selalu bermain pukul 20.15, kecuali hari Sabtu dan Minggu pukul 15.45
Kejuaraan bola basket di Tokushima ini diikuti 16 tim yang terbagi dalam empat grup. Grup A terdiri atas China, Jordania, Iran dan Filipina; Grup B Libya, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Jepang; Grup C Qatar, Kazakhstan, India, dan Indonesia; Grup D Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan, dan Syria.


Juara dan runner-up masing-masing grup akan melaju ke perempat final yang dibagi dalam dua grup. Juara dan runner-up dari dua grup itu akan melaju ke empat besar. Keempat tim itu akan saling bertemu untuk memperebutkan peringkat satu hingga empat. Mereka yang tidak lolos keempat besar akan memperebutkan tempat kelima hingga delapan.


Hanya juara pertama yang mendapatkan tiket ke Olimpiade Beijing 2008. Jika yang menjadi juara China, juara pada 2005 di Qatar, maka peringkat kedua yang berhak melenggang ke pesta olahraga dunia itu karena China sebagai tuan rumah otomatis lolos kualifikasi.


Delapan tim lainnya yang tidak lolos ke perempat final, mereka harus bertanding dengan pola yang sama dengan delapan tim yang lolos ke perempat final. Bedanya, mereka bertanding untuk memperebutkan peringkat sembilan hingga 16.


Harga tiket masuk untuk pertandingan babak penysiihan mulai dari 1.000 untuk tirbun atas hingga 6.500 yen.untuk kelas VIP. Sedang harga tiket untuk putaran final mulai 3.000 yen untuk tribun atas 12.000 yen untuk VIP. (satu yen sekitar Rp75).


Lengangnya penonton menyaksikan pertandingan itu karena masyarakat di ibukota provinsi Tokushima itu disibukkan oleh pekerjaan rutin. Pada hari kerja, mereka berangkat dari rumah pukul 07.00 dan sampai di rumah paling cepat pukul 19.00 Kantor pemerintahan, bank, perusahaan (bukan pabrik) di kota yang terletak di Pulau Shikoku itu pada pukul 17.00 sudah tutup. Selepas pukul 17.00 hanya pertokoan dan pasar swalayan yang buka.


”Bukan soal harga tiketnya yang membuat pertandingan itu sepi penonton, tapi lantaran pertandingan itu bentrok dengan jam kerja mereka,” kata Mutsumi Okagawa, yang menjadi pemandu tim nasional bola basket Indonesia.


Menurut karyawati pada perusahaan biro perjalanan Kinki Nippon Tourist itu, harga tiket masuk pertandingan itu tidak bisa dibilang mahal. ”Menurut ukuran kami, harga tiket itu wajar-wajar saja,” ucapnya. .


Suasana pesta baru terasa sekali saat tim Jepang berlaga. Ketika tim kesayangan mereka melawan Uni Emirat Arab, Lebanon, dan Kuwait, dan Kazakhstan semua tempat duduk penuh. Sorak-sorai penonton membahana.


Yang menarik, saat pertandingan berlangsung penonton di kota yang luasnya sekitar 191 kilometer persegi itu tidak melakukan pemihakan khusus kepada tim tuan rumah.
Sebagai contoh saat Jepang menghdapi Lebanon. Saat tim Jepang menyerang mereka meneriakkan ”Nippon Nippon Nippon!”, dan penonton berteriak ”Lib Lib Lib!” saat Lebanon menguasai bola. Mereka bertepuk tangan riuh rendah saat bola masuk ke keranjang, tidak peduli angka untuk tim Jepang maupun tim lawan.


”Kami menikmati pertandingan dan kami menghargai setiap keberhasilan, s iapa pun yang melakukannya. Siapa pun yang mencetak angka, kami berikan apresiasi,” kata Tomoko Iizuka, editor majalah Gekkan Basketball yang berkantor pusat di Tokyo.


Usai pertandingan, penonton di kota yang dialiri sungai Yoshino itu tidak hanya mengelu-elukan pemain Jepang. Sejumlah penonton berdiri di dekat bus kontingen lawan, dan begitu tim lawan ke luar dari hall bola basket, mereka menyerbu dan minta tandatangan serta foto bersama.


”Ini bagian dari ungkapan terima kasih kami atas kedatangan mereka ke kota kami,” kata Tomoko.

Senin, 10 Desember 2007

Stasiun Frankfurt


Di sini setiap hari ribuan orang naik dan turun dari kereta. Mereka tidak hanya berasal dari kota-kota di Jerman, tapi juga dari sejumlah kota di Eropa.
Frankfurt berada di jantung negara yang terkenal dengan Hitler itu.

Satu sudut kota Munich

Ini bangunan tua. Ya iya...lah......

Kamis, 30 Agustus 2007

MENENGOK KOTA BURUH GELSENKIRCHEN

Oleh Irmanto

Gelsenkirchen, 16/6/2006 - Tidak banyak orang yang pernah mendengar nama Gelsenkirchen, tapi banyak yang tahu apa itu Schalke 04, khususnya bagi penggila bola.

Gelsenkirchen adalah kota kecil di Jerman yang terletak di tepi sungai Rhein. Di kota inilah klub liga Jerman (Bundesliga) Schalke 04 bermarkas, sekaligus kini menjadi salah satu kota penyelenggara pertandingan Piala Dunia 2006..

Kota ni dijejali dengan puluhan pabrik, sehingga tidak heran dijuluki kota buruh. Pencinta klub Schalke 04 mau tidak mau banyak berlatar belakang buruh. Jika dulu Schalke 04 merupakan pengikat solidaritas kaum pekerja, kini bagi warga kota Gelsenkirchen, klub tersebut melambangkan kecintaan mereka terhadap sepakbola.

Kota yang terletak di bagian utara daerah Ruhr ini didirikan pada tahun 1150. Kota ini pada mulanya hanya lah sebuah kampung kecil. Hingga pada abad 19, ketika berbagai industri menjalar ke pelosok Eropa, Gelsenkirchen menjadi kota industri.

Tahun 1840 di daerah itu ditemukan batubara, yang dikenal sebagai “Black Gold”, dan tujuh tahun berikutnya pekerjaan pembangunan konstruksi infrastruktur rel kereta api dimulai. Pembangunan rel kereta api menghubungkan Gelsenkirchen, Cologne dan Minden.

Penemuan batubara itu menarik perhatian dan minat orang untuk hijrah ke kota tersebut. Akibatnya, jumlah penduduk yang sebelumnya hanya enam ribu jiwa melonjak menjadi 138 ribu pada tahun 1903. Konsekuensi dari pertambahan jumlah penduduk itu, Gelsenkirchen berubah menjadi kota pada 1875.

Hingga Perang Dunia I meletus, jumlah orang yang datang ke kota itu terus berlangsung untuk mendapatkan pekerjaan. Mereka umumnya berasal dari sebelah timur kerajaan Jerman (timur dan barat Prusia, Posen, dan Silesia).

Selama bertahun-tahun berlangsungnya pembangunan kembali setelah Perang Dunia II, ribuan pencari kerja berdatangan dari selatan Eropa dan Turki. Mereka mencari pekerjaan di penambangan batubara dan industri baja.

Gelsenkirchen terus bertumbuh menjadi kota industri yang besar dengan jumlah penduduk hampir mencapi 400.000, dan sekaligus menjadi kota tambang barubara terpenting di benua Eropa.

Banyaknya penambangan batubara dan industri baja melahirkan julukan bagi Gelsenkirchen sebagai “The city of a thousand fires” (Kota Ribuan Kebakaran). Maklum kepulan asap yang dihasilkan dari pabrik baja itu menghiasi langit kota itu.

Krisis batubara yang terjadi tahun 1950-an, mau tidak mau melahirkan perubahan. Industri dan alat transportasi yang semula menggunakan bahan bakar batubara berganti ke bahan bakar minyak.

April 2000, pertambangan terakhir di Gelsenkirchen ditutup, karena dinilai mengotori udara.. Tiga ribu penambang batubara kehilangan pekerjaan.

Kini Gelsenkirchen hanya berpenduduk 275.000 jiwa. Kota ini memiliki panorama indah dengan dihiasi gedung-gedung bersejarah. Bangunan tua itu antara lain gedung Schloss Horst dan Istana Luetinghof yang didirikan tahun 1308. Lueting dalam bahasa Jerman artinya malam, sedangkan hof artinya mempersilakan.

Gelsenkirchen yang kurang dikenal itu kini mulai populer karena di kota ini digelar lima pertandingan Piala Dunia 2006. Untuk menyambut Piala Dunia, pemerintah kota Gelsenkirchen telah merogoh sekitar 55 juta euro (sekitar Rp600 miliar) untuk perbaikan berbagai macam infrastruktur.

Pertandingan pembuka di kota itu menampilkan Polandia melawan Ekuador, yang sudah berlangsung 9 Juni dengan kemenangan Ekuador 2-0. Pertandingan kedua 12 Juni menampilkan tim Amerika Serikat berhadapan dengan Republik Ceko yang berkesudahan dengan kemenangan Ceko 3-0.

Laga Argentina melawan Serbia & Montenegro yang berakhir dengan 6-0 juga digelar di sini pada 16 Juni. Pertandingan keempat 21 Juni antara Portugal melawan Meksiko. Kota ini juga mendapatkan kehormatan untuk menyelenggarakan salah satu pertandingan perempatfinal Piala Dunia 2006.

Kelima pertandingan itu digelar di stadion AufSchalke Arena (FIFA World Cup Stadium Gelsenkirchen). Stadion yang dibangun dengan nilai investasi 191 juta euro (lebih dari dua triliun rupiah) itu merupakan stadion termodern.

Menyambut tetamu yang datang ke kota ini selama Piala Dunia 2006, pemerintah kota telah menyiapkan berbagai acara, antara lan pentas teater dan musik. Orang dapat menonton “Saira”, “Opera Bellini” yang pertama kali dipentaskan di luar Italia. Untuk kaum muda juga ada sajian Ballet Sschindowski, “Heavy Music” dan “Cool Love.“

Remaja penggila bola yang bosan menginap di hotel selama Piala Dunia, dapat berkemah di gelangang olahraga “Sportplatz der Offenen Tür” di samping Berger See. Tarifnya lumayan murah, hanya tiga sampai enam euro per hari.

Selain untuk remaja, juga terdapat dua perkemahan buat orang dewasa. Satu berada di Nordstenpark, taman bekas pameran tanaman nasional. Tempat itu dapat menampung 1.500 orang dengan tarif berkemah 19 euro per hari. Perkemahan kedua berada di Revierpark Nienhausen di dekat kota Essen.

Di kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 3,2 persen per tahun -- tertinggi di antara 12 kota penyelenggara pertandingan Piala Dunia 2006 -- anda bisa pula berkunjung ke Taman Patung Berger Feld dan menikmati koleksi seni kinetik di museum Buer. ***